Oleh: Ki Bowo Dadigaro*
KEHIDUPAN manusia tidak ubahnya seperti kehidupan dalam pewayangan.
Dalam wayang selain menokohkan tentang kebaikan, banyak juga tokoh yang berperilaku jahat seperti suka membunuh, suka mengadu domba, suka menyakiti orang lain, suka menggoda istri orang, hidup serakah, mengejar kedudukan dan lainnya.
Sementara itu di dalam dunia nyata, manusia saling fitnah, saling ejek, saling hasut, saling tendang dan sikut, saling memerangi. Bahkan dalam banyak hal manusia terasa lebih kejam daripada makhluk yang lain. Hal tersebut dapat kita lihat di sekitar kita, terlebih lagi dalam alam politik di tanah air.
Peristiwa pemilihan umum dan pasca pemilihan umum saat ini seperti telah memamerkan seluruh sikap dan perilaku manusia, di mana kekuatan baik dan buruk saling berebut untuk mendapatkan haknya agar mendapatkan pengakuan, demi mewujudkan konsepsi kebahagian diri atau kelompoknya.
Berebut kekuasaan di dalam politik saat ini seperti mengulangi sejarah zaman kerajaan Mataram yang bermula dari pertikaian antar-anggota keluarga di istana Kasunanan Surakarta yang melibatkan para pewaris kekuasaan wangsa Mataram, di mana ada tiga tokoh utama yang terlibat dalam perang saudara ini, yaitu Susuhunan Pakubuwana II, Pangeran Mangkubumi, dan Raden Mas Said alias Pangeran Sambernyawa.
Pakubuwana II, raja pendiri Kasunanan Surakarta dan Pangeran Mangkubumi adalah kakak-beradik, sama-sama putra dari Amangkurat IV, (1719-1726). Sementara itu Raden Mas Said merupakan salah satu cucu Amangkurat IV, atau keponakan Pakubuwana II dan Pangeran Mangkubumi.
Raden Said mengklaim bahwa ia berhak atas takhta Mataram yang diduduki pamannya, Pakubuwana II. Ini lantaran ayah Raden Mas Said, Pangeran Arya Mangkunegara, adalah putra sulung Amangkurat IV.
Arya Mangkunegara seharusnya menjadi raja Mataram sebagai penerus Amangkurat IV. Namun, lantaran kerap menentang kebijakan VOC, ia diasingkan ke Srilanka hingga meninggal dunia. VOC lantas menaikkan putra Amangkurat IV lainnya, yakni Pangeran Prabasuyasa, sebagai penguasa Mataram selanjutnya. Prabasuyasa inilah yang kemudian bergelar Pakubuwana II (1745-1749) dan memindahkan istana dari Kartasura ke Surakarta.
Dalam suksesi kepemimpinan saat ini, Prabowo yang yang diyakini para pendukungnya sebagai pemenang Pilpres dan berhak atas kursi kepresidenan akhirnya kembali harus menerima kenyataan dengan dimenangkannya kubu 01 sebagai presiden dan wakil presiden dalam putusan Mahkamah Konstitusi pada tanggal 27 Juni 2019.
Dalam kacamata spiritual, pertikaian pasca putusan MK masih akan tetap berlangsung dalam bentuk yang berbeda dan ada kemungkinan dibawa ke mahkamah internasional. Perpecahan di dalam masyarakat dan ketidakpuasan dari berbagai pihak akan terus ditunjukkan sehingga membuat pemerintahan Jokowi- Maruf Amin tidak berjalan dengan mulus. Terlebih lagi akan menghadapi masalah ekonomi yang cukup serius.
Kendati tidak direcoki atau "dirusuhi" oleh kaum oposisi, pemerintahan yang dipimpin Jokowi akan mengalami pelemahan akibat tata kelola pemerintahan yang buruk sehingga menimbulkan semacam automatic destruction atau penghancuran secara otomatis. Ibarat kata, tidak perlu diganggu maka akan hancur sendiri.
Seperti halnya pertikaian antar-anggota keluarga di istana Kasunanan Surakarta yang melibatkan para pewaris kekuasaan wangsa Mataram. Maka dalam percaturan politik tanah air saat ini ada tiga kubu yang ikut bermain, yaitu kubu Prabowo, kubu Jokowi, dan kubu yang punya agenda tersendiri dan dimanfaatkan oleh pihak asing dengan menjalankan politik devide et impera.
Dalam pemerintahan Jokowi mendatang akan terjadi pengkhianatan dari dalam kubunya sendiri, di mana akan terjadi saling berebut pengaruh, saling menjatuhkan satu sama lain dan membuat kebijakan yang kontra produktif akibat politik balas budi.
Hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya, yang salah dibenarkan dan yang benar disingkirkan serta dikucilkan.
Gejolak politik dan ekonomi yang terjadi dalam masa mendatang akan menimbulkan praha diberbagai daerah akibat krisis kepercayaan terhadap kepemimpinan nasional.
Karena Tuhan itu maha baik, semua doa yang dipanjatkan baik dari kubu 01 maupun 02 itu akan dikabulkannya untuk Indonesia melalui cara-Nya sendiri. Saat ini Dia tengah mengabulkan doa dari kubu 01, setelah itu doa 02 pun akan dikabulkan-Nya.
Semua ini hanya masalah waktu untuk diwujudkan Sang Penguasa Alam semesta, karena tidak ada hal abadi di muka bumi. Seorang pemimpin yang tengah berkuasa sekalipun pada saat-Nya akan menemui Sang Pencipta.
*) Pengamat Spiritual Politik